Langsung ke konten utama

bahagia vs duka

Hari ini, aku mendapati dua hal yang sangat ambivalen. Satu orang mendapati pasangan hatinya(menikah) sehingga bahagia dengan sebahagia-bahagianya, dan satunya kehilangan seorang ayah yang sangat dicintainya sehingga sedih dengan dalamnya. Ya. Aku mendapati dua kabar itu dari dua cara yang berbeda pula. Kabar bahagia aku mendapatinya langsung ketika orangnya menelepon aku, dan kabar duka aku mendapatinya ketika seorang akhwat meng-sms aku. Dua hal yang sangat ambivalen, bahagia vs duka, melalui dua cara yang ambivalen pula, langsung vs perantara. Tapi diantara keduanya ada satu benang merahnya, yaitu kedua orang itu sama-sama tidak aku kenal – Cuma tahu namanya.

Yang pertama, yang mendapati puncak kebahagiannya adalah mb Nanik. Orang mengenalnya sebagai wakil (kalau tidak salah) ketua dari LDK JADDA. Bisa dipastikan dia adalah orang baik, sehingga aku meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa ia mendapati jodohnya adalah seorang ikhwan yang baik pula. Untuk mb Nanik aku mengucapkan: SELAMAT BERBAHAGIA ATAS BERSATUNYA DUA HATI DALAM IKATAN ILAHI, semoga abadi dalam cinta jiwa dan cinta misi…..

Yang kedua adalah mb Dyah Marta Pruhita. Sms berita meninggalnya ayahnya aku terima sekitar pukul 9 pagi. Secara pribadi, aku belum begitu mengenalnya, entah karena jarak semester yang terlalu jauh, atau kurang efektifnya system kepemimpinan. Aku berlindung kepada Alloh dari yang terakhir kemudian memohon maaf secara khusus kepada mb Dyah Marta. Untuk mba Dyah, aku mendoakan semoga mb diberi kekuatan dan kesabaran oleh Alloh, dan menjadikan maqom ayahnya sebagai hadiqoh(taman) diantara hadaiq(taman-taman) surga….KAMI TURUT BERDUKA CITA mba…

Sekali lagi, dua rasa ambivalen yang menyatu dalam satu jiwa. Bisakah kau merasakannya?? Jikalau seandainya rasa itu tak tergambar oleh kata, maka yakinlah, itulah rasa terbaik yang kau miliki. Yang pasti, Alloh telah mempunyai hitung-hitungannya sendiri. Maka, walaa taiasu min rouhillah… wallohu ‘alam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

jangan sombong (lagi)!!

Apa yang membuat kalian risih tentang kesombongan Fir’aun? Kesombongan Namrud? Kesombongan Qarun? Dalam hubungannya dengan Tuhan, kita harus mengatakan, IYA, kita risih. Tapi, dalam hubungannya dengan manusia, kita tentu akan maklum dengan kesombongan mereka. Betapa tidak, dunia ada dalam genggaman mereka. Kekayaan, dan kekuasaan; dua syarat menjadi sombong diantara manusia di atas bumi ini. Kekayaan mereka membuat orang-orang bermimpi ingin menjadi seperti mereka. Lihatlah, betapa mimpi saja sudah menjadikan orang-orang yang tidak seperti mereka menjadi sombong. Niat sombong. Apalagi kalau benar-benar menjadi seperti Qarun, Fir’aun atau juga, Namrud. Dan kekuasaan membuat orang-orang ingin menguasai semua tahta dunia ini, memiliki semua wanita di dunia ini. Lantas, masihkah kita menganggap kesombongan mereka itu sebuah kesombongan? Tidak, sekali-kali tidak. Mereka “berhak” atas itu. Lantas, atas apa mereka tidak berhak sombong dengan kekuasaan dan kekayaan mereka? Bukankah semua o

happy Idul fitri

saya, Amin Musthofa beserta keluarga mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H. semoga amal ibadah kita selama di bulan Ramadhan kemarin bisa membawa kita untuk lebih baik di bulan berikutnya. amiiiin....

dari tujuh masjid jadi 1.700 masjid

Bertambahnya warga muslim di Inggris agaknya sejalan dengan semakin banyaknya jumlah masjid di negara itu. Sebagai perbandingan, pada 1961 hanya ada tujuh masjid di Inggris. “Pada 1990 jumlah masjid menjadi sekitar 400,” kata Inayat Bunglawala, pengurus MCB (Muslim Council of Britain), seperti dikutip koran The Times . Sepuluh tahun kemudian, menurut situs Islam Salaam.co.uk , jumlah masjid di seluruh Inggris berlipat menjadi tak kurang dari 1.700. Pada saat bersamaan, jumlah gereja menurun. Para pakar mengatakan, ribuan gereja akan ditutup dalam sepuluh tahun ke depan. Penutupan tersebut disebabkan makin sedikitnya warga kristen yang beribadah di gereja-gereja mereka. Gereja-gereja yang ditutup itu biasanya dialihfungsikan menjadi gudang, toko, restoran, bahkan masjid. Tidak banyak memang gereja yang kemudian menjadi masjid. Sebab, gereja Anglikan di Inggris tidak membolehkan pemilik baru menjadikan bekas gereja sebagai masjid atau tempat ibadah agama lain. Sementara itu, di Inggris