Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2010

judul kita apa?

Mungkin kita hanya sekedar makin sering terlambat. Mungkin juga sekadar sering lupa. Atau cuma sedikit Bertambah lalai. Atau mungkin cuma sekedar semakin enteng Untuk tidak terlibat. Bisa juga semacam ketenangan Dalam kealpaan. Dan tentu kita tidak menyebutnya sebagai futur…. Bisa jadi, kita cuma sedikit malas. Dimana dengannya, Dalih kita menjadi agak banyak dan bervariasi. Atau kita Hanya semacam sedikit pilih-pilih tugas. Ada agak banyak tugas Yang kita rasa sudah tidak pantas (lagi) kita kerjakan. Dan kita tidak menyebutnya sebagai futur…. Mungkin kita hanya sedikit terganggu. Kita hanya sedikit agak Terganggu dalam tilawah, atau dalam puasa atau mungkin Lainnya. Sebenarnya tidak berat, cuma sekedar agak sulit Menikmatinya. Dan kita memang sulit mendefinisikannya sebagai futur…. Kita mungkin cuma semacam bosan. Atau sekadar ingin Melongokkan kepala ke luar sana. Atau kita Cuma kaget kecil- Kecilan. Atau sedikit silau. Atau bahkan, sedikit lebih ringan Daripada itu. Dan sulit bagi k

sepertiga malam-Mu

Sepertiga malam Benarkah engkau sepertiga malam Sedang lelapmu dipertengahan malam Dan jagamu dipenghujung pagi Haruskah jiwa masih berbangga Dengan nuansa yang hanya diseparuh laga Sedang pagi sudah menanti Hanya dua raka’at didapati Dengan tidak teliti Jiwa yang lama terpasung Haruskah dada kembali membusung Sedang malam selalu terlewati Tanpa sepertiga malam menghiasi Wahai diri Segeralah kamu menginsafi Atas sepertiga malammu Yang semakin sering terlewati karena kealfaan diri. Sudut jiwa yang semakin terluka karena malam, January 2010-01-13 jam 06.30.

cinta tanpa definisi

Seperti angin membadai. Kau tak melihatnya. Kau merasakannya. Merasakan kerjanya saat ia memindahkan gunung pasir di tengah gurun. Atau merangsang amuk gelombang di laut lepas. Atau meluluhlantakkan bangunan-bangunan angkuh di pusat kota metropolitan. Begitulah cinta. Ia ditakdirkan jadi kata tanpa benda. Tak terlihat. Hanya terasa. Tapi dahsyat. Seperti banjir menderas. Kau tak kuasa mencegahnya. Kau hanya bisa ternganga ketika ia meluapi sungai-sungai, menjamah seluruh permukaan bumi, menyeret semua benda angkuh yang bertahan di hadapannya. Dalam sekejap ia menguasai bumi dan merengkuhnya dalam kelembutannya. Setelah itu ia kembali tenang; seperti seekor harimau kenyang yang terlelap tenang. Demikianlah cinta. Ia ditakdirkan jadi makna paling santun yang menyimpan kekuatan besar. Sepeti api menyala-nyala. Kau tak kuat melawannya. Kau hanya bisa menari di sekitarnya saat ia mengunggun. Atau berteduh saat matahari membakar kulit bumi. Atau meraung saat lidahnya melahap rumah-

inspiring song

Lagu, dalam berbagai literaturnya mempunyai efek yang sangat nyata bagi tumbuh kembang anak. Ada kecerdasan, ketenangan, dan juga kenyamanan ketika anak – terutama yang masih usia kandungan didengarkan lagu, terutama yang senarai dengan mozart. Tapi, sebagai seorang muslim bolehlah kita berbangga dengan Al-Qur’an yang selalu diperdengarkan kepada anak. Karena kebiasaan ini akan menular terus sampai ia dewasa kelak. Dengan tidak bermaksud mengesampingkan Al-Qur’an yang mempunyai sejuta (bukan penyempitan nilai) selaksa makna, alhamdulillah ada bait-bait sya’ir lagu juga yang insya Alloh bisa menginspirasi. Diantaranya adalah lagu yang selama beberapa pekan ini sering aku perdengarkan. Sering diperdengarkan karena menurutku lagu ini sangat menginspirasi tentang semuanya. Peringatan akan fitnah dunia, penyesaalan diri, do’a kebaikan dan lain sebagainya. Karena tidak punya akun untuk upload lagu, jadi aku cukupkan untuk menuliskan liriknya saja di sini. Semoga menginspirasi…. Mewangi Bunga

rasa sepi seorang ibu

Rasa sepi seorang ibu itu naluri yang sangat khas. Dahulu atau kini tak jauh berbeda. Bahkan tidak akan pernah sama dengan naluri dengan seorang ayah. Di tengah padatnya rutinitas kita yang sering menguasai diri kita, kita perlu sejenak berbicara dengan hati sendiri tentang seperti apakah kiranya hari ini keadaan ibu kita. Di tengah perubahan hidup yang seperti telah mengubah diri kita menjadi bukan kita yang sebenarnya, rasanya tak berlebihan bila sejenak kita perlu berbicara dengan perasaan kita, adakah rasa sepi kiranya tengah bergelayut di hati ibu kita. Suatu hari dalam hidup kita, ibu kita adalah ibu yang gelisah melepas diri kita memasuki sungai kehidupan dengan arus yang terus bergolak, memasuki belantara kekuasan baru yang absurd. Kekuasaan yang tidak selalu datang dari tirani, kekuasaan yang tidak selalu datang dalam bentuk jabatan yang mengekang. Tapi dari begitu banyak perubahan budaya baru yang telah menguasai kita. Fir’aun sudah tidak ada, tapi Fir’aunisme semakin m

tentang pernikahan

Lagi. Tentang tema itu. Tidak ada habisnya. Ya. Tema tentang pernikahan. Tema yang konon di kalangan para aktivis dakwah adalah tema yang paling menarik untuk diibicarakan. Maka tidak jarang tema-tema ini sering menghiasi kajian-kajian mereka, halaqoh-halaqoh, bahkan ada satu kajian khusus yang membahsa tema itu, kajian pra nikah. Berbicaralah kamu bahwa kamu tidak menyukai tema ini, maka dapat dipastikan bahwa kamu sedang berusaha untuk membohongi hati kecilmu. Atau kalau tidak, kamu sudah dalam masa yang tidak seharusnya membicarakan masalah ini. Yup. Sama seperti aku, kami tepatnya. Di sore itu. Disebuah sudut masjid kampus UGM. Seusai “syuting” atau syuro penting Keluarga Mahasiswa Muslim Sumatera Selatan. Pembicaraan khas cowok-cowokpun berlangsung. Kesana-kemari tentunya. Tapi ada satu hal yang aku perhatikan, bahwa semuanya ada gunanya. Jadi tidak ngrumpilah insya Alloh. Sampai waktu mau mendekati adzan. Ada satu dari kita yang menyindir tema itu. Ya. Tema tentang pernikah