Langsung ke konten utama

tentang pernikahan


Lagi. Tentang tema itu. Tidak ada habisnya. Ya. Tema tentang pernikahan. Tema yang konon di kalangan para aktivis dakwah adalah tema yang paling menarik untuk diibicarakan. Maka tidak jarang tema-tema ini sering menghiasi kajian-kajian mereka, halaqoh-halaqoh, bahkan ada satu kajian khusus yang membahsa tema itu, kajian pra nikah. Berbicaralah kamu bahwa kamu tidak menyukai tema ini, maka dapat dipastikan bahwa kamu sedang berusaha untuk membohongi hati kecilmu. Atau kalau tidak, kamu sudah dalam masa yang tidak seharusnya membicarakan masalah ini.

Yup. Sama seperti aku, kami tepatnya. Di sore itu. Disebuah sudut masjid kampus UGM. Seusai “syuting” atau syuro penting Keluarga Mahasiswa Muslim Sumatera Selatan. Pembicaraan khas cowok-cowokpun berlangsung. Kesana-kemari tentunya. Tapi ada satu hal yang aku perhatikan, bahwa semuanya ada gunanya. Jadi tidak ngrumpilah insya Alloh. Sampai waktu mau mendekati adzan. Ada satu dari kita yang menyindir tema itu. Ya. Tema tentang pernikahan.

Oh come on, bukan saatnya. Bisik hatiku. Entah kenapa aku merasa sensitif dengan tema itu. Tentu, bukan karena masalah kedua yang aku sebutkan diatas pastinya. Justru itulah masalahnya, aku terlalu pas untuk membicarakan tema ini. Umur seusia aku, tentu bisa membawa konsekwensi yang logis kalau satu tema dibahas berluang-ulang. Entah itu hasrat yang semakin memuncak untuk menikah, atau bahkan malah jatuh kepada hal yang lebih parah, pacaran. Padahal seperti banyak orang tahu, untuk mencapai ke gerbang pernikahan haruslah mempunyai syarat-syarat yang lumayan banyak (baca buku sebelum mengambil keputusan besar itu, karya H.M. Anis Matta). Kalau untuk jatuh ke dunia pacaran, aku berterima kasih kepada orang-orang yang selama ini mengingatkanku. Semoga membekas di hatiku, guys. Jadi, dengan alasan sadar aku bersyukur ketika adzan perlahan menggema. Sekali lagi, bukan karena alasan kedua, bukan usiaku lagi membicarakan tema ini, tapi justru tema ini sangat menggairahkanku. Mungkin, aku masuk ke alasan yang pertama, aku sedang membohongi diriku sendiri untuk mengatakan bahwa tema ini tidak menarik. Karena adzan sudah menggema maka kamipun segera bergegas untuk sholat.

Baru saja berdiri untuk menuju tempat wudhu, hpku berdering. Telpon dari adekku yang di pondok. “Assalamu’alaikum, kak gimana kabarnya? Udah 2010 lho. Kapan nikahnya?.” Gubrakk….(cerita bersifat semi fiktif)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

muhasabah tarbiyah

Satu kali, seorang teman akrab bercerita kepada saya tentang pembicaraannya dengan salah satu ustadz. Teman itu menceritakan betapa telah sering ia menjadi panitia dalam berbagai kegiatan. Bukan hanya panitia. Bahkan juga pembicara. Itu bisa dibuktikan dengan begitu banyaknya co-card yang tergantung di dinding kamarnya. Ya. Saya juga melihat sendiri betapa banyaknya co-card teman saya itu. Mungkin jumlahnya sekitar 20an keatas. Jumlah yang fantastis memang. Satu ketika, kata teman tadi, ada ustadz yang menanyakan, “akhi, banyak sekali co-card antum, aktif ya?.” “iya.” Jawab teman saya. “wah kalau begitu antum punya banyak binaan dong.” Lanjut ustadz tersebut. Dengan malu-malu teman saya mengatakan “nggak punya ustadz.” Lantas dengan tegas ustadz itu mengatakan “Antum belum berhasil, akhi. Percuma co-card antum itu!.” Di lain waktu, pada satu malam yang tidak semangat, saya teringat buku “ Yang Disenangi Nabi dan Yang Tidak Disukai” yang diantaranya membahas tentang silaturrah

sepertiga malam-Mu

Sepertiga malam Benarkah engkau sepertiga malam Sedang lelapmu dipertengahan malam Dan jagamu dipenghujung pagi Haruskah jiwa masih berbangga Dengan nuansa yang hanya diseparuh laga Sedang pagi sudah menanti Hanya dua raka’at didapati Dengan tidak teliti Jiwa yang lama terpasung Haruskah dada kembali membusung Sedang malam selalu terlewati Tanpa sepertiga malam menghiasi Wahai diri Segeralah kamu menginsafi Atas sepertiga malammu Yang semakin sering terlewati karena kealfaan diri. Sudut jiwa yang semakin terluka karena malam, January 2010-01-13 jam 06.30.

happy Idul fitri

saya, Amin Musthofa beserta keluarga mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H. semoga amal ibadah kita selama di bulan Ramadhan kemarin bisa membawa kita untuk lebih baik di bulan berikutnya. amiiiin....