Mungkin kita hanya sekedar makin sering terlambat.
Mungkin juga sekadar sering lupa. Atau cuma sedikit
Bertambah lalai. Atau mungkin cuma sekedar semakin enteng
Untuk tidak terlibat. Bisa juga semacam ketenangan
Dalam kealpaan.
Dan tentu kita tidak menyebutnya sebagai futur….
Bisa jadi, kita cuma sedikit malas. Dimana dengannya,
Dalih kita menjadi agak banyak dan bervariasi. Atau kita
Hanya semacam sedikit pilih-pilih tugas. Ada agak banyak tugas
Yang kita rasa sudah tidak pantas (lagi) kita kerjakan.
Dan kita tidak menyebutnya sebagai futur….
Mungkin kita hanya sedikit terganggu. Kita hanya sedikit agak
Terganggu dalam tilawah, atau dalam puasa atau mungkin
Lainnya. Sebenarnya tidak berat, cuma sekedar agak sulit
Menikmatinya.
Dan kita memang sulit mendefinisikannya sebagai futur….
Kita mungkin cuma semacam bosan. Atau sekadar ingin
Melongokkan kepala ke luar sana. Atau kita Cuma kaget kecil-
Kecilan. Atau sedikit silau. Atau bahkan, sedikit lebih ringan
Daripada itu.
Dan sulit bagi kita untuk menyebutnya futur….
Atau kita cuma sedikit tersadarkan. Pada realitas keluarga kita.
Anak dan istri kita. Rumah dan kendaraan kita. Sedikit tersadar
akan realitas karir kita. Atau sedikit menghitung-hitung realitas
sosial kita.
Dan tentu saja itu bukan futur….
Bisa juga kita cuma sekadar melihat tikungan sejarah.
Ada yang berbeda di depan sana. Dan kita semacam
Sedang sedikit membuat apresiasi. Atau (paling tidak)
Semacam antisipasi. Tidak lebih dari itu.
(mungkin) itu juga bukan futur….
(Re-written from book “Sudahkah Kita Tarbiyah?” by Eko Novianto, Era Intermedia publishing).
pagi hari, 26-01-10 jam 09:26, teriring salam muhasabah untuk kita semua....
Komentar
Posting Komentar