Entah, harus sampai kapan keadaan seperti ini akan terus berlangsung. Aku juga tidak tahu apakah aku sendiri yang harus memulainya. Sungguh, tidak mengenakkan berada dalam kondisi yang seperti ini. Kesunyian ini secara perlahan membunuh kreativitas untuk saling mesra dalam komunikasi kami. Aku tidak menyalahkan adat Jawa yang selama ini kami pegang. Sebuah sistem otokrasi. Sistem yang mengharuskan semua orang dalam keluarga taat dan tidak boleh ada interupsi kepada penguasa. Sekali lagi, aku tidak menyalahkan itu.
Aku tahu semuanya menyanyangiku. Mungkin hanya karena adat itulah maka lidah menjadi kelu untuk mengatakan sayang, seolah diri terlalu merunduk hanya untuk mengatakan cinta. Kepada kami, dan semuanya. Maka, ketika aku berhasil meredamnya dan membuat semuanya berubah hanya dalam hitungan detik, air mataku membuncah saat itu juga. Tidak ada kata memang yang aku ucapkan melalui lidah ini secara langsung, tapi aku mencobanya dengan cara lain. Dan ternyata memang berhasil. Aku bersyukur untuk itu semua. Segera aku selesaikan shodaqah pagi hari itu. Sholat dhuha. Dan sambil berbisik dalam hati aku mengatakan “selamat hari ibu…..aku mencintaimu….ibu.” maafkan untuk kekakuan yang selama ini membelenggu. aku akan berusaha untuk lebih baik lagi. “moga ibu semakin disayang Alloh….” Amiiin….
Komentar
Posting Komentar